leaf

.

Minggu, 22 Maret 2015

perjanjian internasional dan partai politik




A. PERJANJIAN INTERNASIONAL

1.1pengertian perjanjian

Perjanjian Internasional  adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara
.
1.2pengertian perjanjian internasional
       Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara.

1.3 landasan perjanjian internasional

Landasan hukum hubungan internasional Indonesia yaitu :
1. Landasan Idiil
  • Pancasila sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, yang mengandung unsur bahwa bangsa Indonesia merupakan dirinya bagian dari umat manusia di dunia. Oleh karena itu, dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
2. Landasan Konstitusional
 a. UUD 1945 terutama dalam pembukaan (alenia I dan IV).
  • Pembukaan UUD 1945 alenia 1 "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
  • Pembukaan UUD 1945 alenia 4 “… ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
b.  Batang Tubuh UUD 1945: pasal 11 yang berbunyi:
  • (1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
  • (2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
  • (3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undangundang.
c. Pasal 13 UUD 1945 yang berbunyi:
  • (1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
  • (2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
  • (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Landasan Operasional
a. Ketetapan MPR
b. Undang-Undang, misalnya UU. No. 37 /1999 tentang hubungan luar negeri
c. Peraturan presiden, yang dituangkan dalam Perpres.
d. Kebijaksanaan/peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri luar negeri.

1.4 tahap perjanjian internasional

Menurut Undang-Undang nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, tahap-tahap Perjanjian Internasional (proses pembuatan perjanjian Internasional) adalah sebagai berikut :

1.      Tahap Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.

2.      Tahap Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah2 teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.

3.      Tahap Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional.

4.      Tahap Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional.

5.      Tahap Penandatanganan: merupakan tahap akhir da1am perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandantanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian Internasional (Menurut Pasal 6 Ayat 1)

6.      Tahap Pengesahan: Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan akan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pengesahan dengan keputusan Presiden selanjutnya diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pengesahan perjanjian internasional melalui undang-undang dilakukan berdasarkan materi perjanjian dan bukan berdasarkan bentuk dan nama (nomenclature) perjanjian. Klasifikasi menurut materi perjanjian dimaksudkan agar tercipta kepastian hukum dan keseragaman atas bentuk pengesahan perjanjian internasional dengan undang-undang. Mekanisme dan prosedur pinjaman dan/atau hibah luar negeri beserta persetujuannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat akan diatur dengan undang-undang tersendiri. (Menurut Pasal 9).

1.5 istilah-istilah perjanjian internasional

Istlah-istilah yang sring digunakan dalam perjanjian internasional diantaranya, sebagai berikut;
1.      Traktat (treaty), yaitu perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dua negara atau lebih. Perjanjian ini mancakup bidang politik dan bidang ekonomi.
2.       Konvensi (Convention), yaitu persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak berurusan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy). Persetujuan ini harus dilegalisi oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh (full powers).
3.       Protocol yaitu persetujuan tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala Negara, yang mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausual-klausual tertentu.
4.        Persetujuan (Agreement), yaitu perjanjian yang lebih bersifat teknis atau administrative. Agreement tidak diratifikasi karena sifatnya tidak resmi trakta dan konvensi.
5.        Perikatan (Arrangement), yaitu istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi yang sifatnya sementara. Perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
6.        Proses Verbal yaitu catatan-catatan, ringkasan-ringkasan, atau kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatic, atau catatan-catatan suatu permufakatan. Proses verbal tidak diratifikasi.
7.        Piagam (Statute), yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional mengenai pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan tertentu, seperti pengawasan internasional yang mencakup tentang minyak atau tentang lembaga-lembaga internasional.
8.        Deklarasi (Declaration), yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi.
9.        Modus Vivendi, yaitu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara sampai berhasil diwujudkan persetujuan yang lebih permanen, terinci, sistematis, dan tidak memerlukan ratifikasi.
10.    Pertukaran Nota, yaitu metode tidak resmi yang biasanya dilakukan oleh wakil-wakil militer atau wakil-wakil negara yang bersifat multilateral. Pertukaran nota ini dapat menimbulkan kewajiban diantara mereka yang terikat.
11.    Ketentuan Penutup (Final Act), yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, namun utusan yang turut diundang, serta masalah yang disetujui konvensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
12.    Ketentuan Umum (General Act), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi.
13.    Charter, yaitu istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administratif, misalnya Atlantic Charter
14.    Pakta (Fact), yaitu perjanjian yang lebih khusus dan membutuhkan ratifikasi. Contoh, Pakta Warsawa.
15.    Convenant, yaitu Anggaran Dasar Liga Bangsa-Bangsa (LBB).

1.6   masa berlaku perjanjian internasional

a.    Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
b.   Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
c.    Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.

      1.7 Masa berakhirnya  Perjanjian Intenasional
a.    Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
b.   Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
c.   Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
d.   Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
e.    Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.
f.    Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.
g.   Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
1.8 batalnya perjanjian internasional
Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian internasional dapat batal, antara lain :
1. Negara peserta atau wakil kuasa penih melanggar ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya.
2. Adanya unsur kesalahn (error) pada saat perjanjian dibuat.
3. Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain waktu pembentukan perjanjian.
4. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau penyuapan.
5. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan ancaman maupun penggunaan kekuatan.
6. Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum






B. PARTAI POLITIK

1.1 Pengertian partai politik
Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka
1.2 macam-macam partai politik
Partai politik bukanlah sebuah lembaga yang serbasama, sekalipun ada kesamaan perilaku khususnya dalam hubungannya dengan kekuasaan politik. Dengan alasan-alasan tertentu partai-partai dapat dibedakan jenisnya sebagai berikut:

Berdasarkan sasaran pengembangannya:
1. Partai Kader;
2. Partai Massa;
3. Partai “ambil semua,” baik kader maupun massa (catch-all party).

Berdasarkan hubungan saling-pengaruhnya dengan konstituen:

1. Partai representatif;
2. Partai partisipatif.

Berdasarkan sikapnya terhadap sistem politik:

1. Partai konstitusional;
2. Partai revolusioner

Berdasarkan spektrum ideologisnya:

1. Partai Kanan;
2. Partai Kiri.


1.3 tujuan partai politik
        A. Tujuan parpol secara umum
1.      Partai politik untuk mewujudkan cita-cita nasional dari suatu bangsa yang sebagai mana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar republik Indonesia tahun 1945. 
2.      Menjaga dan memelihara keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia. Partai politik didirikan bukanlah untuk memecah persatuan dan kesatuan bangsa.

3.      Partai politik juga didirikan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi yang berdasarkan pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat di dalam Negara republik Indonesia. Dengan adanya partai politik, kehidupan demokrasi dapat berkembang sehingga kedaulatan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dapat tercapai serta mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

      B. Tujuan parpol secara khusus
1.      Partai politik meningkatkan partisipasi politik baik bagi anggota dan juga masyarakat Indonesia dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintah.

2.      Sebuah partai politik harus memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3.      Partai politik harus memiliki kemampuan untuk membangun etika dan budaya politik, baik dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

1.4 fungsi partai politik
Dalam Asshiddiqie (2006) disebutkan, menurut Andrew Knapp fungsi partai politik mencakup antara lain:
  • Mobilisasi dan integrasi,
  • Sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih,
  • Sarana rekruitmen pemilih, dan
  • Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan,
Menurut Budiardjo (2003), ada empat fungsi partai politik, yaitu komunikasi politik, sosialisasi politik, rekruitmen politik dan pengelolaan konflik. Penjabaran dari keempat fungsi tersebut, adalah sebagai berikut:
  • Sarana Komunikasi Politik:
  • Sarana Sosialisasi Politik
  • Sarana Rekruitmen Politik
  • Sarana Mengelola Konflik 
1.5 sejarah partai politik sampai sekarang

Sejarah Partai Politik di Indonesia

         Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A’laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik – partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.
Selama Jepang berkuasa di Indonesia, kegiatan Partai Politik dilarang, kecuali untuk golongan Islam yang membentuk Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI).

       Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali PArtai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 – 1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa merdeka adalah:

1. Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955)
2. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai
4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
5. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat ini)

Sejarah Partai Politik Dulu, Sekarang dan yang akan Datang


a. Pemilu 1955

          Pemilihan Umum 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia clan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis. Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan membentuk UUD baru. Ada 260 kursi DPR dan 520 kursi ditambah 14 wakil golongan minoritas untuk konstituante yang diperebutkan. Pemilu yang dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dilangsungkan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada 29 September 1955 yang diikuti 29 partai untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Lima besar pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante, Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante, Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante, dan Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante. Pemilu 1955 tidak dilanjutkan lima tahun berikutnya karena berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante serta pembubaran DPR hasil Pemilu 1955 pada 4 Juni 1960 yang digantikan oleh DPR-Gotong Royong dan MPRS yang anggotanya diangkat Presiden Soekarno.

b. Pemilu Orde Baru tahun 1971-1977

     Selama masa Orde Baru, pemilu berlangsung sebanyak enam kali dari 1971 hingga 1997. Pemilu 1971 diseienggarakan pada 5 Juli 1971 dengan peserta 10 partai politik dan merupakan pemilu pertama setelah berdirinya orde baru. Pemilu ini bertujuan memilih anggota DPR serta anggota DPRD tingkat I Propinsi dan tingkat II Kabupaten/Kota se-Indonesia. Untuk Propinsi Irian Jaya, ini rnerupakan pemilu pertama bagi mereka setelah bergabung dengan Indonesia pada 1963. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, clan Partai Syarikat Islam Indonesia.

       Pemilu 1977 diawali dengan fusi (penggabungan) partai-partai politik melalui UU Nomor 3 Tahun 1975 yang menghasilkan dua partai politik (Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya. Selama pemilu Orde Baru berikutnya hingga 1998, pemilu hanya diikuti oleh tiga partai ini. Pemilu 1977 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I da.n II. Pemilu ini dunenangkan oleh Golongan Karya. Pemilihan umum pada 1982, 1987, dan 1992 diselenggarakan untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I dan ILKetiga pemilu ini dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu 1997 diselenggarakan pada 29 Mei 1997 untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I dan II. Pemilu ini dimenangkan oleh Golongan Karya. Pemilu ini merupakan pemilu terakhir pada masa Orde Baru.

















DAFTAR PUSTAKA



A.  PERJANJIAN INTERNASIONAL

Amos, Abraham. 2005. Sistem Ketatanegaraan Negaraan Indonesia. PT. RajaGrafindo
Persada: Jakarta.Azhary, Muhammad Tahir. 2004. Negara Hukum. Prenada Media: Jakarat.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT. Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.
http://pkndisma.blogspot.com/2013/04/perjanjian-internasional.html
B.  PARTAI POLITIK
http://m2mexacta.blogspot.com/2013/07/definisi-tujuan-dan-fungsi-partai.html