A.
PERJANJIAN INTERNASIONAL
1.1pengertian
perjanjian
Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi
internasional. Sebuah perjanjian
multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban
masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara. Sedangkan,
perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua
negara
.
1.2pengertian
perjanjian internasional
Perjanjian
Internasional adalah sebuah perjanjian yang
dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa
pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral
dibuat antara dua negara. Sedangkan, perjanjian multilateral adalah perjanjian
yang dibuat oleh lebih dari dua negara.
1.3 landasan perjanjian internasional
- Pancasila sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, yang mengandung unsur bahwa bangsa Indonesia merupakan dirinya bagian dari umat manusia di dunia. Oleh karena itu, dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
2.
Landasan Konstitusional
a. UUD 1945 terutama dalam pembukaan (alenia I dan IV).
a. UUD 1945 terutama dalam pembukaan (alenia I dan IV).
- Pembukaan UUD 1945 alenia 1 "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
- Pembukaan UUD 1945 alenia 4 “… ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
b.
Batang Tubuh UUD 1945: pasal 11 yang berbunyi:
- (1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
- (2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
- (3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undangundang.
c. Pasal 13 UUD 1945 yang berbunyi:
- (1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
- (2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
- (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Landasan Operasional
a. Ketetapan MPR
b. Undang-Undang, misalnya UU. No. 37 /1999 tentang hubungan luar negeri
c. Peraturan presiden, yang dituangkan dalam Perpres.
d. Kebijaksanaan/peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri luar negeri.
a. Ketetapan MPR
b. Undang-Undang, misalnya UU. No. 37 /1999 tentang hubungan luar negeri
c. Peraturan presiden, yang dituangkan dalam Perpres.
d. Kebijaksanaan/peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri luar negeri.
1.4 tahap perjanjian internasional
Menurut
Undang-Undang nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, tahap-tahap
Perjanjian Internasional (proses pembuatan perjanjian Internasional) adalah
sebagai berikut :
1.
Tahap
Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang
berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
2.
Tahap
Perundingan:
merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah2 teknis yang akan
disepakati dalam perjanjian internasional.
3.
Tahap
Perumusan Naskah:
merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional.
4.
Tahap
Penerimaan:
merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati
oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal
hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya dilakukan dengan
membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua
delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/
approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas
perubahan perjanjian internasional.
5.
Tahap
Penandatanganan:
merupakan tahap akhir da1am perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu
naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk
perjanjian multilateral, penandantanganan perjanjian internasional bukan
merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian
Internasional (Menurut Pasal 6 Ayat 1)
6.
Tahap
Pengesahan: Pengesahan suatu perjanjian
internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak.
Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan akan mulai berlaku setelah
terpenuhinya prosedur pengesahan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian
internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Pengesahan
dengan undang-undang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pengesahan
dengan keputusan Presiden selanjutnya diberitahukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat. Pengesahan perjanjian internasional melalui undang-undang dilakukan
berdasarkan materi perjanjian dan bukan berdasarkan bentuk dan nama (nomenclature)
perjanjian. Klasifikasi menurut materi perjanjian dimaksudkan agar tercipta
kepastian hukum dan keseragaman atas bentuk pengesahan perjanjian internasional
dengan undang-undang. Mekanisme dan prosedur pinjaman dan/atau hibah luar
negeri beserta persetujuannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat akan diatur dengan
undang-undang tersendiri. (Menurut Pasal 9).
1.5
istilah-istilah perjanjian internasional
Istlah-istilah
yang sring digunakan dalam perjanjian internasional diantaranya, sebagai
berikut;
1. Traktat
(treaty), yaitu
perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dua negara atau lebih.
Perjanjian ini mancakup bidang politik dan bidang ekonomi.
2. Konvensi
(Convention), yaitu
persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak berurusan dengan
kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy). Persetujuan ini harus dilegalisi
oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh (full powers).
3. Protocol yaitu persetujuan tidak resmi dan
pada umumnya tidak dibuat oleh kepala Negara, yang mengatur masalah-masalah
tambahan seperti penafsiran klausual-klausual tertentu.
4. Persetujuan
(Agreement),
yaitu perjanjian yang lebih bersifat teknis atau administrative. Agreement
tidak diratifikasi karena sifatnya tidak resmi trakta dan konvensi.
5. Perikatan
(Arrangement),
yaitu istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi yang sifatnya sementara.
Perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
6.
Proses Verbal yaitu catatan-catatan, ringkasan-ringkasan, atau
kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatic, atau catatan-catatan suatu
permufakatan. Proses verbal tidak diratifikasi.
7. Piagam
(Statute), yaitu
himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan internasional mengenai
pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan tertentu, seperti pengawasan internasional
yang mencakup tentang minyak atau tentang lembaga-lembaga internasional.
8. Deklarasi
(Declaration),
yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi.
9. Modus
Vivendi, yaitu
dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara sampai
berhasil diwujudkan persetujuan yang lebih permanen, terinci, sistematis, dan
tidak memerlukan ratifikasi.
10. Pertukaran Nota, yaitu metode tidak resmi yang
biasanya dilakukan oleh wakil-wakil militer atau wakil-wakil negara yang
bersifat multilateral. Pertukaran nota ini dapat menimbulkan kewajiban diantara
mereka yang terikat.
11. Ketentuan Penutup (Final Act), yaitu ringkasan hasil konvensi yang
menyebutkan negara peserta, namun utusan yang turut diundang, serta masalah
yang disetujui konvensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
12. Ketentuan Umum (General Act), yaitu traktat yang dapat bersifat
resmi dan tidak resmi.
13. Charter, yaitu istilah yang dipakai dalam
perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi
administratif, misalnya Atlantic Charter
14. Pakta (Fact), yaitu perjanjian yang lebih khusus
dan membutuhkan ratifikasi. Contoh, Pakta Warsawa.
15. Convenant, yaitu Anggaran Dasar Liga
Bangsa-Bangsa (LBB).
1.6
masa
berlaku perjanjian internasional
a. Jika
tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku segera setelah
persetujuan diikat dan dinyatakan oleh semua negara perunding.
b.
Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah
perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada
tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.
c. Ketentuan-ketentuan
perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu
negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya,
persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul
yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya
teks perjanjian itu.
1.7 Masa berakhirnya Perjanjian Intenasional
a. Telah
tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
b. Masa
beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
c. Salah
satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
d. Adanya
persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
e. Adanya
perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang
terdahulu.
f. Syarat-syarat
tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah
dipenuhi.
g. Perjanjian
secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima
oleh pihak lain.
1.8
batalnya perjanjian internasional
Berdasarkan Konvensi Wina tahun
1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian internasional dapat batal,
antara lain :
1. Negara peserta
atau wakil kuasa penih melanggar ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya.
2. Adanya unsur
kesalahn (error) pada saat perjanjian dibuat.
3. Adanya unsur
penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain waktu
pembentukan perjanjian.
4. Terdapat
penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau
penyuapan.
5. Adanya unsur
paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan
ancaman maupun penggunaan kekuatan.
6. Bertentangan
dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum
B. PARTAI
POLITIK
1.1
Pengertian partai politik
Sebuah
partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan
tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan mereka
1.2 macam-macam partai politik
Partai politik bukanlah sebuah lembaga yang serbasama,
sekalipun ada kesamaan perilaku khususnya dalam hubungannya dengan kekuasaan
politik. Dengan alasan-alasan tertentu partai-partai dapat dibedakan jenisnya
sebagai berikut:
Berdasarkan sasaran pengembangannya:
1. Partai Kader;
2. Partai Massa;
3. Partai “ambil semua,” baik kader maupun massa (catch-all party).
Berdasarkan hubungan saling-pengaruhnya dengan konstituen:
1. Partai representatif;
2. Partai partisipatif.
Berdasarkan sikapnya terhadap sistem politik:
1. Partai konstitusional;
2. Partai revolusioner
Berdasarkan spektrum ideologisnya:
1. Partai Kanan;
2. Partai Kiri.
1.3
tujuan partai politik
A. Tujuan
parpol secara umum
1. Partai
politik untuk mewujudkan cita-cita nasional dari suatu bangsa yang sebagai mana
tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar republik Indonesia tahun 1945.
2. Menjaga
dan memelihara keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia. Partai politik
didirikan bukanlah untuk memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Partai
politik juga didirikan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi yang
berdasarkan pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat di dalam Negara
republik Indonesia. Dengan adanya partai politik, kehidupan demokrasi dapat
berkembang sehingga kedaulatan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dapat
tercapai serta mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
B. Tujuan
parpol secara khusus
1. Partai
politik meningkatkan partisipasi politik baik bagi anggota dan juga masyarakat
Indonesia dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintah.
2. Sebuah
partai politik harus memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan
bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Partai
politik harus memiliki kemampuan untuk membangun etika dan budaya politik, baik
dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1.4
fungsi partai politik
Dalam
Asshiddiqie (2006) disebutkan, menurut Andrew Knapp fungsi partai politik
mencakup antara lain:
- Mobilisasi dan integrasi,
- Sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih,
- Sarana rekruitmen pemilih, dan
- Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan,
Menurut
Budiardjo (2003), ada empat fungsi partai politik, yaitu komunikasi politik,
sosialisasi politik, rekruitmen politik dan pengelolaan konflik. Penjabaran
dari keempat fungsi tersebut, adalah sebagai berikut:
- Sarana Komunikasi Politik:
- Sarana Sosialisasi Politik
- Sarana Rekruitmen Politik
- Sarana Mengelola Konflik
1.5
sejarah partai politik sampai sekarang
Sejarah Partai Politik di Indonesia
Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A’laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik – partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.Selama Jepang berkuasa di Indonesia, kegiatan Partai Politik dilarang, kecuali untuk golongan Islam yang membentuk Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI).
Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali PArtai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 – 1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa merdeka adalah:
1. Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955)
2. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai
4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
5. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat ini)
Sejarah Partai Politik Dulu, Sekarang dan yang akan Datang
a. Pemilu 1955
Pemilihan Umum 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia clan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis. Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan membentuk UUD baru. Ada 260 kursi DPR dan 520 kursi ditambah 14 wakil golongan minoritas untuk konstituante yang diperebutkan. Pemilu yang dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dilangsungkan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada 29 September 1955 yang diikuti 29 partai untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Lima besar pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante, Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante, Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante, dan Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante. Pemilu 1955 tidak dilanjutkan lima tahun berikutnya karena berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante serta pembubaran DPR hasil Pemilu 1955 pada 4 Juni 1960 yang digantikan oleh DPR-Gotong Royong dan MPRS yang anggotanya diangkat Presiden Soekarno.
b. Pemilu Orde Baru tahun 1971-1977
Selama masa Orde Baru, pemilu berlangsung sebanyak enam kali dari 1971 hingga 1997. Pemilu 1971 diseienggarakan pada 5 Juli 1971 dengan peserta 10 partai politik dan merupakan pemilu pertama setelah berdirinya orde baru. Pemilu ini bertujuan memilih anggota DPR serta anggota DPRD tingkat I Propinsi dan tingkat II Kabupaten/Kota se-Indonesia. Untuk Propinsi Irian Jaya, ini rnerupakan pemilu pertama bagi mereka setelah bergabung dengan Indonesia pada 1963. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, clan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu 1977 diawali dengan fusi (penggabungan) partai-partai politik melalui UU Nomor 3 Tahun 1975 yang menghasilkan dua partai politik (Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya. Selama pemilu Orde Baru berikutnya hingga 1998, pemilu hanya diikuti oleh tiga partai ini. Pemilu 1977 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I da.n II. Pemilu ini dunenangkan oleh Golongan Karya. Pemilihan umum pada 1982, 1987, dan 1992 diselenggarakan untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I dan ILKetiga pemilu ini dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu 1997 diselenggarakan pada 29 Mei 1997 untuk memilih anggota DPR dan DPRD tingkat I dan II. Pemilu ini dimenangkan oleh Golongan Karya. Pemilu ini merupakan pemilu terakhir pada masa Orde Baru.
DAFTAR PUSTAKA
A. PERJANJIAN INTERNASIONAL
Amos,
Abraham. 2005. Sistem Ketatanegaraan Negaraan Indonesia. PT. RajaGrafindo
Persada:
Jakarta.Azhary, Muhammad Tahir. 2004. Negara Hukum. Prenada Media: Jakarat.
Budiardjo,
Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT. Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.
http://pkndisma.blogspot.com/2013/04/perjanjian-internasional.html
B. PARTAI POLITIK
http://m2mexacta.blogspot.com/2013/07/definisi-tujuan-dan-fungsi-partai.html